![]() |
Cover album Nazar Palagan (Dok. @taring_offficial) |
SATU dekade silam, Taring menghujamkan ujung saingnya tepat ke jantung Orde Baru. Sepuluh trek dalam lapisan enamel bertajuk Nazar Palagan dilepas "kausa tajam" untuk merabak kulit rezim —juga sebagai ultimatum kepada setiap kegelapan yang diwariskan oleh Orba saat ini.
Sewaktu merilis album Nazar Palagan, Taring masihlah formasi dengan enjin yang dijalankan oleh kekuatan seperti Hardy "Nyanknyank" Rosady (eks Outright) sebagai penggenggam gagang mikrofon, Angga Kusuma (Asia Minor, Billfold) sebagai gitaris, Ferry (Turbidity) basis, dan Gabriel "Gebeg" (Global Unity, Homogenic), selaku dramer.
Amat disayangkan, dinamika terjadi, saat ini yang menjaga agar nyala "agung" api perlawanan dari kuartet hardcore yang cikal bakalnya telah dipecut sejak 2007 itu, hanya tersisa Hardy dan Gebeg, sang vokalis dan sang dramer. Namun, mesin uap perlawanan harus tetap mengepul, bukan?
Dengan kekuatan yang tersisa, memanggul legasi perlawanan dari era "Nazar Palagan", Taring nyatanya tetap berdiri di depan pagar betis barisan kavaleri tiranis, menyongsong perlawanan, menunjuk moncong status quo, melalui LP ketiga. Di dalamnya, spirit sang aktivis cum penyair Widji Thukul belumlah hilang.
Bom molotov tersebut diberi judul Megatruth, merupakan sebuah album penuh yang telah dipersiapkan jauh hari. Penggarapn album yang direkam di Chronic Rock Studio dan Funhouse Studio ini pada dasarnya turut diampu oleh tangan dingin Ebenz Burgerkill, di mana estafet penggarapan kelak diteruskan oleh bantuan Agung Ridho Widhiatmoko alias Agung Hellfrog yang juga personel Burgerkill sejak Ebenz tiada.
Dalam wawancaranya dengan sebuah situs harian musik daring, Aries "Ebenz" Tanto berperan sebagai produser sekaligus orang yang memastikan pukulan-pukulan dram Gebeg sesuai dengan konkretisasi warna album baru mereka terutama sewaktu proses rekaman berlangsung. Hal ini dikarenakan pengisian dram direkam secara langsung melalui mikrofon yang dilanjutkan ke mixer.
Sementara itu, Agung Hellfrog berperan dalam memberi masukan baik di segi riff maupun struktur lagu-lagu di dalam Megatruth. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa album Taring kali kali ini adalah buah dari kedisiplinan, eksplorasi, dengan hasil akhir yang terbilang sangat memuaskan terutama bagi Taring sendiri.
Sebelum album ketiga, Orkestrasi Kontra Senyap menjadi penengah di antara Nazar Palagan dan Megatruth. Taring juga melepas sejumlah single seperti Kekal Menjalang pada 2015, Konfrontasi tanpa Solusi di tahun yang sama, serta Slaptika, pada 2018, yang turut serta menggandeng Doddy Hamson, vokalis dengan warna suara yang berat lagi serak asal Komunal.
Terlepas dari semua itu, di bawah bendera Grimloc Records, Nazar Palagan merupakan sesuatu yang liyan, anomalistis di ruang hardcore yang saat itu terbilang pakemistis. Taring menjadi spektrum di mana varian seperti thrash, grind, doom, stoner, melebur dan menggila —dan yang terpenting dari semua itu, Taring berdiri di atas prinsip bahwa musik adalah jalan terjal perlawanan, di mana "lirik adalah senjata", seturut lagu mereka berjudul Kata-Kata belum Binasa.
Blackspot Cafe Bandung hari itu menjadi saksi dirilisnya Nazar Palagan, yang secara materi digodok dalam waktu total enam bulan. Hardy, vokalis Taring waktu itu terang-terangan mendaku diri sebagai "pengagum" Widji Thukul, sosok yang menjadi inspirator dan spirit bagi album tersebut.
Sebagaimana diketahui, Widji Thukul dikenal sepak terjangnya sebagai duri bagi rezim Orba di mana Soeharto selaku pengenggam tongkat purbawisesa. Puisi-puisi dan orasinya terlahir dari amarah yang jujur, menohok tajam ke jantung Orba, menjadikannya target, hingga akhirnya ia hilang ditelan kabut dingin Orba pada Februari 1998.
Hardy tak main-main. Ia mencoba mengenggam bara api yang sama yang pernah digenggam oleh Widji Thukul melalui Meredam Dendam dengan Bara.
Setiap kata kurakit senjata, Bermula di tenggorokan/awal stimulan lisan, agar makna lugas kumuntahkan
Gelap malam, tercekik dalam diam bertahan di setiap harapan
Dalam malam, bersemayam sumpah serapah tetap liar walau dianggap sampah
Untukku kita dan mereka yang selalu bersuara
Untukku api akan selalu menyala
Untukmu kita bersama dalam kepalan
Dan kita akan bernafas dalam bara
Nazar Palagan tak hanya bernyanyi, album ini mengepal. Tentu saja dengan tangan kiri, menuding ke pintu istana dari balik pagar dengan amarah meski tanpa sumpah serampu.Sebagaimana mereka menghormati dan menjaga warisan Widji Thukul:
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang/Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan/Dituduh subversif dan mengganggu keamanana/Maka hanya ada satu kata:
Lawan
Nazar Palagan tentu tak akan dimakan waktu. Apalagi saat ini!
Dua puluh April 2024, sebuah perjamuan bertajuk A Decade of Resilience untuk menandai satu dekade Nazar Palagan pun digelar di Institut Français, jalan Purnawirawan 32, Bandung. Selain diisi dengan penampilan Agung Hellfrog, Lord Butche, dan Baruz, juga terdapat Taruk dan Iron Voltage ikut mewarnai kenduri tersebut.[]
0 Komentar: